1/22/2016

Katanya, Perceraian Dibenci Tuhan

Kalau ada yang bilang Tuhan membenci perceraian, tanya balik: apakah Tuhan senang melihat umatNya merana? Melihat umatNya sedih? Memang, kita harus sabar, tetapi sampai kapan? Nobody deserves to be hit!

Katanya, Perceraian Dibenci Tuhan

Saya sedang gemes. Gemes segemes-gemesnya. Seorang teman Facebook saya mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan fotonya dengan rahang dan telinga bengkak dipampang di facebook.  Ini terjadi sekitar 2 bulan yang lalu.

Ternyata memang sang suami yang notabene polisi itu ringan tangan. Tidak tahan dengan perbuatan suami, akhirnya dia memilih untuk meninggalkan suaminya dan memutuskan untuk bercerai.

Tadi, di status Facebooknya tertulis bahwa dia diingatkan pengacaranya bahwa pernikahannya tinggal seminggu lagi. Teman saya itu terhenyak, mengingat bagaimana dulu dia cinta dengan suaminya, dan semua harus berakhir seperti ini. Seperti biasa, orang-orang pada nyahut mengomentari statusnya. Banyak yang mendukung keputusannya, namun ada juga yang memberi komentar seperti ini:
A divorce is like an amputation; you survive, but there’s less of you.
“Mbak, lewat aku Daddy JC (baca: Jesus Christ) kembali mengingatkan mbak, kalo Dia membenci perceraian. Jangan, Mbak..”
Remember the vows..for better, for worse, for richer or for poorer, in sickness and in health, to love and to cherish, ’til death do us part :)
Yah jangan cerai, Mbak. Tuhan pasti buka jalan,tp perceraian adalah kekejian bagi Tuhan, karena itu cerai pasti bukan jalan yang Tuhan kehendaki.. Try another best way mbak,will pray 4 u..

Gemes. Kadang saya tidak mengerti, bagaimana pikiran orang-orang yang menganggap bahwa walapun sudah dipukuli, dianiaya, dikasari sampai hampir tuli, masih juga mengatakan “Tuhan tidak akan memberkati perceraian”.  Sok tahu deh! Trus Tuhan lebih benci mana, orang yang ninggalin suaminya karena suaminya ngegebukin atau suami yang suka menganiaya?

Perempuan yang membiarkan dirinya dipukuli sampai babak belur bisa jadi tidak mempunyai pilihan karena keadaan ekonomi. Ini banyak terjadi di kampung-kampung yang mana anak-anak gadisnya banyak yang menikah setelah tamat SD.

Tergantung secara finansial, mereka tidak ada pilihan lain ketika suami mulai main tangan. Pada dasarnya, karena pendidikan yang kurang dan ketergantungan kepada orang lain, perempuan-perempuan ini mempunyai percaya diri yang sangat rendah dan merasa bahwa mereka patut digebuki kalau, misalnya, lupa menyediakan teh saat suaminya pulang kerja.

Saya rasa, pembaca blog ini bukan perempuan-perempuan dari kelompok yang saya sebutkan di atas. Saya berharap bahwa pembaca blog ini perempuan-perempuan yang setidaknya menghargai dirinya sendiri dan tahu apa yang patut diperlakukan atas dirinya.

Dipukuli, dibentak, dikasari, bukanlah hal yang patut dilakukan terhadap orang lain dan kita juga tidak patut menerima perlakuan seperti itu. Karena apa, karena Tuhan juga Maha Pengampun. Karena Tuhan mengajarkan cinta kasih, tidak mengajarkan berbaku hantam. Tuhan mengajarkan untuk pandai-pandai bersyukur atas kurnia yang dilimpahkan kepada umat-Nya yang Dia kasihi.

Bagaimana seorang manusia dapat bersyukur di pagi hari kalau pagi-pagi sudah dibentak-bentak dan diteriaki pasangannya? Bagaimana seorang istri dapat menjadi manusia yang baik kalau suami sebentar-sebentar kesal dan memukuli?

Saya tidak terbayang tinggal serumah dengan seseorang yang suka memukul saya, atau yang pernah memukul saya. Saya pasti sakit hati sekali dengan orang yang pernah memukul saya. Apalagi kalau saya ngga sempet balas mukul, selain sakit hati, kesal banget tuh, hehe.

Bukannya sayang tapi malah hidup dalam ketakutan. Rumah tangga seperti apa itu ya? Karena yang memukul pasti merasa lebih superior daripada yang dipukul. Malah, saya saja pasti marah besar kalau anjing saya ada yang mukul. Bisa-bisa saya pukul lebih keras lagi.

Begini. Sebesar apapun kesalahan orang, kita tidak boleh memukul. Kita bisa bicara, tetapi tidak mengangkat tangan kita. Apalagi seorang lelaki, cuih, lelaki apa yang memukul perempuan ya?

Laki-laki yang memukul perempuan, menurut saya, bukan saja tidak jantan, tapi otaknya geser. Wong sudah tahu tenaga laki-laki itu berlipat ganda dibandingkan dengan tenaga perempuan, ya sudah pasti menang dong. Lagipula, apa dalam keluarganya tidak diajarkan bahwa laki-laki tidak boleh memukul perempuan ya? Dulu sih, anak-laki laki yang mukul perempuan malah dibilang banci sama temen-temennya.

Soalnya begini. Efek dari kekerasan dalam rumah tangga terhadap psikologi yang menerima kekerasan, baik itu istri atau anak adalah luar biasa. Yang menerima kekerasan akan kehilangan self esteem alias percaya diri.

Mereka akan merasa bahwa mereka memang buruk sehingga patut menerima perlakuan buruk dari si pelaksana kekerasan. Karena yang menyiksa adalah orang yang seharusnya memberikan kasih sayang, sakit hatinya juga luar biasa, yang bisa berakibat dendam dan kelainan jiwa. Depresi. Rendah diri. Dan bahkan mungkin kelak bisa menjadi orang yang kejam terhadap anak-anaknya atau istrinya kalau sang anak sudah dewasa.

Bagaimana dengan anak-anak yang melihat ibunya disakiti dan dipukuli? Bisa jadi mereka menganggap bahwa kalau istri mereka salah, ya tidak apa dipukul. Kalau ada yang salah, ya tidak apa main tangan. Mereka diberikan contoh untuk main tangan, bukan berdiskusi dengan kepala dingin untuk menyelesaikan masalah.

Nah, kasihan ya, kalau mereka besar nanti mereka pikir tidak apa-apa memukul istri dan anak sampai babak belur. Jadi, kekerasan, pemukulan, penganiayaan dalam rumah tangga itu lebih banyak mudaratnya daripada berkahnya.

Kembali ke soal harga diri, pertama, usahakan kita mandiri secara finansial. Perempuan yang mempunyai penghasilan akan lebih dihargai daripada yang hanya menggantungkan diri dari suami. Taruhlah tidak bekerja, paling tidak tabunglah uang belanja, jadi kalau terjadi apa-apa paling tidak masih punya kocek untuk menyambung hidup (bukan hanya kalau suami betingkah, tetapi kalau suami meninggal, sakit dll). Lagipula, kan senang ya, bisa cari duit sehingga tidak 100% tergantung sama suami ataupun orangtua?

Kedua, jangan pernah ada orang yang menyentuh kita tanpa seizin kita. Ini saya bisa kembangkan menjadi, jangan pernah ada orang yang menyentuh kita dengan cara yang kita tidak suka, apalagi tanpa seizin kita. Kalau nilai ini ditanamkan kepada anak-anak dari kecil, mereka akan tahu bahwa mereka bertanggungjawab atas tubuhnya sendiri. Tidak boleh ada yang menyakiti tubuh kita.

Ketiga, tidak ada orang yang dilahirkan untuk digebuki atau dilahirkan untuk merana. Matahari sama menyinari bumi, terhadap orang jahat maupun baik. Tuhan memberikan kita rizki untuk hidup di dunia ini dengan layak. Sebaiknya kita juga memperlakukan diri kita dengan layak.

Kalau ada yang bilang Tuhan membenci perceraian, tanya balik: apakah Tuhan senang melihat umatnya merana? Melihat umatnya sedih? Memang, kita harus sabar, tetapi sampai kapan? Sedangkan Tuhan mengizinkan umatnya berperang kok, melawan kebenaran dan mempertahankan haknya (coba deh, baca perangnya umat Islam yang memperebutkan Mekkah kembali, karena hendak mengambil haknya).

Itu kan salah satu contoh bahwa kita harus mempertahankan hakekat dan harga diri kita. Tanya kepada diri sendiri, apakah Tuhan suka dengan keadaan kamu, yang notabene umat-Nya, dipukuli dan dianiaya? Satu lagi, sebagaimanapun kita salahnya, kita tidak pantas untuk dipukul dan disiksa. Nobody deserves to be hit.

Dan yang terakhir, tidak ada orang yang ingin bercerai ketika menikah. Hanya, tidak semua pernikahan itu seperti yang didongengkan oleh orangtua kita semasa kita kecil. Kalau sudah begini, perceraian bisa menjadi solusi. Karena buat apa kawin kalau kita tertekan dan takut?

Perceraian mungkin dibenci Tuhan kalau memang kerjanya kawin-cerai-kawin-cerai ala artis-artis Hollywood di barat sana, karena mengurangi makna sakral perkawinan. Namun kalau nilai-nilai perkawinan itu dikhianati oleh salah satu pasangan, bagaimana? Seperti komentar di atas yang mengatakan, “For better and worse ’til death do us part”.

Apakah mau dipukuli sampai mati? Yang bener aja dong ah. Dilihat dari sudut manapun juga, laki-laki yang memukul perempuan itu salah. Titik. Tanya orang normal deh. Pasti setuju sama saya. Kalau mengalami kekerasan dalam rumah tangga, beritahu kepada keluarga. Memang sih malu, apalagi kalau kawinnya dulu pakai usaha keras meyakinkan orangtua kalau pilihan kita yang paling top.

Tapi daripada dipukul, siapa yang tahu, tenaga laki-laki kan besar, sekarang tidak apa-apa besok-besok nampar telinga sampai gendang telinga pecah atau sampai kaki patah atau tulang tengkorak retak? Naudzubillahi min zalik deh.

Tuhan pasti memberi jalan umat-Nya. Tinggal kita saja apa mau melihat dan berjalan menuju cahaya di ujung lorong yang gelap. Dan percaya deh, hidup itu sebuah proses. Mungkin episode ini harus dilalui supaya bisa lanjut ke episode berikutnya. Jadi, sabar, jalani saja, pasti ada titik terangnya.


(Origin: Janda Kaya)

Anda juga bisa menuliskan dan berbagi dengan seluruh sahabat pembaca "TJanda". Menulislah sekarang dan kirimkan melalui halaman Kontak.